
GenPI.co - Gunung terakhir kami lewati. Sepanjang jalan tidak ada yang berlubang. Kemulusan aspalnya setara dengan jalan aspal non tol di Indonesia. Hanya sebagian aspalnya bergelombang, terlalu banyak truk gandeng kelebihan muatan.
Terlihatlah Negash. Tidak bisa lagi disebut kota. Juga bukan kota kecil. Bukan kota kecamatan. Ini desa. Desa miskin.
Itu sangat jauh dari bayangan saya. Yakni bayangan yang dibentuk buku pelajaran tarikh Islam. Ustman bin Affan, orang Islam terkaya di Makkah saat itu, sampai ke Negash. Atas perintah Nabi Muhammad. Agar terhindar dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy. Utsman sendiri kelak, jadi salah satu dari empat khalifah (pemimpin) utama pengganti Nabi Muhammad.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Hijrah Tigray
Rumah-rumah penduduk di desa Negash hanya dua jenis: jelek dan jelek sekali. Tentu di Jakarta ada juga kawasan yang rumah mereka hanya dua jenis. Bahkan kontras dengan sekitarnya.
Rumah-rumah di Negash, Ethiopia--
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tingtal Sebahu
Kalau Anda naik kereta termodern Whoosh ke Bandung, lalu pindah ke kereta supporting-nya, Anda saksikan saja rumah-rumah di sepanjang rel itu: seperti apa. Atau rumah-rumah di sepanjang sungai di Kaltim dan Kalsel. Seperti apa.
Di Negash tidak ada paradoks. Miskin semua. Paradoksnya hanya satu: dengan komplek makam sahabat Nabi yang ada di desa itu. Sahabat dan keturunannya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Solek Clepoatra
Mereka yang sudah lama meninggal itu punya rumah sangat bagus. Rupanya ada orang kaya Ethiopia yang membangunnya. Sekaligus membangun kembali masjid di depannya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News