
GenPI.co - Dia bukan bos. Kalau pun bisa disebut begitu dia itu bos kecil. Kecil sekali. Tapi menghadapi Lebaran seperti ini dia mikir THR. Untuk orang lain. Mikirnya pun sejak habis Lebaran tahun sebelumnya: dengan cara menabung. Tiap hari Rp 50.000.
Di akhir bulan puasa seperti ini tabungan itu dia cairkan. Dia harus memberi THR kepada 150 orang. Mereka itu selama setahun setia membeli sayur yang dia kelilingkan dari kampung ke kampung.
Cara menabungnyi pun unik. Tidak di bank. Tidak di celengan. Tabungannyi tidak mendapatkan bunga. Justru harus membayar biaya menabung.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Danantara Audit
Dia pernah menyesali diri: menabung kok justru membayar. Tiap dia mencairkan tabungan uangnyi dipotong Rp 300.000. Sayang. Maka dia bertekad menabung di rumah. Di kaleng yang dilubangi.
"Setelah enam bulan bulan kaleng itu tetap kosong," ujarnyi terkikih-kikih. "Ternyata menabung itu harus dipaksa," tambahnyi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Daging Mentah
Dia pun kembali ke toko tempat cara lamanya menabung. Di toko itulah dia kulakan sembako. Lalu ke pasar kulakan sayur. Sembako dan sayur diangkut dengan sepeda motor. Dikelilingkan ke desa-desa sekitar.
Setiap kali ambil sembako dia menitipkan uang Rp 50.000 ke pemilik toko. Dia catat di buku notes. Si pemilik toko tanda tangan bahwa hari itu dia terima uang Rp 50.000 dari dia.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Preman Saham
Buku notes itu berisi 30 baris ke bawah. Satu halaman cukup untuk mencatat tabungan sebulan. Setahun 12 halaman. Buku itu, setelah ditandatangani pemilik toko dia bawa pulang. Disimpan di tas.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News