
GenPI.co - Orang Tiongkok itu masih di Jakarta. Orang Indonesia itu masih di Beijing. Mereka bikin janji: bertemu di Changsha, ibu kota provinsi Hunan.
Saya –orang Indonesia itu– bisa terbang langsung dari Beijing ke Changsha. Dua jam penerbangan.
Ia, orang Beijing itu, harus terbang dulu dari Jakarta ke Guangzhou. Lima jam. Transit. Lalu terbang lagi ke Changsha. Satu jam.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Saling Rujak
Dalam jadwal seperti itu saya bimbang. Naik pesawat atau naik kereta cepat. Saya sering bimbang seperti itu. Begitu juga umumnya orang di Tiongkok.
Akhirnya saya putuskan naik pesawat. Dua jam sampai. Saya akan tiba di Changsha sedikit lebih awal dari teman yang datang dari Jakarta. Kami sepakat saling tunggu di bandara –siapa yang tiba lebih dulu harus menunggu.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Cekikan Ekonomi
Ternyata saya tiba satu jam lebih lambat. Ia yang menunggu. Saya pun menyesal: kenapa tidak naik kereta cepat saja.
Jadwal kereta cepat boleh dikata tidak pernah terlambat. Menitnya pun tepat.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Obat Gelembuk
Sedang penerbangan dua jam itu praktiknya menjadi enam jam. Bahkan kalau dihitung dari hotel menjadi tujuh jam.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News