
GenPI.co - Kompetisi sepak bola usia muda tidak hanya ajang pencarian bakat, tetapi menjadi mesin penggerak industri olahraga nasional.
Berbagai turnamen sepak bola yang melibatkan pemain-pemain belia menciptakan efek ekonomi berantai.
Perputaran uang terjadi dalam berbagai bentuk, seperti sewa lapangan, akomodasi, transportasi tim, konsumsi, penjualan merchandise, belanja perlengkapan tim, dan kontribusi UMKM lokal.
BACA JUGA: Domino Menpora Cup 2025: Olahraga Sekaligus Mempererat Hubungan Sosial
Deputi Bidang Industri Olahraga Kemenpora R Isnanta mengakui biaya yang dikeluarkan para operator kompetisi usia muda tidak kecil.
Namun, melihat berbagai eventtersebut bisa berjalan, dia menilai potensi keuntungannya juga ada.
BACA JUGA: Terkait Liga Putri, Menpora Akan Komunikasi dengan PSSI
"Berbicara soal industri, pasti bicara faktor ekonomi. Menggelar jika tidak menguntungkan, tentu tidak akan dilanjutkan. Namun, ini bisa berlanjut. Berarti ada potensi keuntungan ekonomi di situ," kata Isnanta.
Isnanta mencontohkan operator sepak bola usia dini, seperti Liga Topskor dan Indonesia Grassroot Championship.
BACA JUGA: Turnamen Domino Menpora Cup 2025 Resmi Dibuka, Diikuti Ribuan Peserta
Selain itu, ada lebih dari 15 operator yang berhimpun dalam Asosiasi Pembina Sepak Bola Usia Muda Seluruh Indonesia (APSUMSI), seperti FORSGI, BLiSPI, GEAS Indonesia, Komunitas Jujur, FOSSBI, Fosbolindo, GoBolaBali, ASBI, Liga Sentra, SBAI, dan Dream Come True (DCT).
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News