Catatan Dahlan Iskan: Embun Suriah

6 hours ago 3
 Embun Suriah - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

GenPI.co - Ekonomi rakyat mulai hidup. Jalan mulai macet. Tapi listrik baru menyala dua-tiga jam sehari.

Itulah keadaan ibu kota Suriah atau Syria, Damaskus. Sekarang ini. Yakni enam bulan setelah perang saudara berakhir –dengan tergulingnya diktator dinasti Bashar al-Assad.

Yang menceritakan itu sahabat Disway yang sering ke sana: Gus Najih Arromadloni. Ia mengalami tiga zaman di sana: zaman stabil di bawah Bashar al-Assad, zaman perang saudara dan zaman baru sekarang ini.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Embun Diktator

Gus Najih –artinya sukses– tidak sukses lulus kuliah di Damaskus. Kurang sedikiiiiit lagi. Keburu meletus perang saudara yang berlarut-larut. Gus Najih pulang. Ia menyelesaikan S-1 nya di Indonesia: di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Gus Najih lahir di Losari, Brebes. Ayahnya guru ngaji. Juga petani udang –khas orang pesisir Brebes. Dari Brebes ia masuk pesantren di Sarang, Rembang. Ia ngaji di kiai besar di sana: Mbah Maimoen.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Ganbai Ganbai

Sebagai mahasiswa asing, Gus Najih terkesan dengan zaman Basyar Al-Assad: serba ada dan serba murah. Juga stabil. Aman.

Tentu Najih tidak berkepentingan dengan sistem pemerintahan di sana. Diktator atau demokrasi bukan urusan mahasiswa asing. Tahunya belajar: di Universitas Ahmad Kuftaro, Damaskus. Ia ambil jurusan dakwah dan komunikasi. Lalu menambah ilmu sendiri lewat kajian di masjid terkemuka di sana: masjid Al-Iman. Tiap Senin dan Kamis. Kamis untuk ilmu tafsir Quran, Senin untuk sejarah Nabi Muhammad (sirah Nabawi).

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Ariono Taufiq

Kiai yang mengajar Senin-Kamis itu Anda sudah tahu namanya: ulama terkemuka Suriah, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi. Kitab yang ditulisnya lebih dari 30. Terkenal semua. Ia ahli fikih, tafsir, dan filsafat. Ia jadi rujukan ulama dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Read Entire Article
Kuliner | Cerita | | |