GenPI.co - "Pertemuan" terakhir saya dengan Rianto Nurhadi terjadi di Fuqing, Tiongkok, Oktober lalu. Hari itu saya bertemu dengannya dua kali. Pertama, di museum Liem Sioe Liong. Kedua, di pabrik miliknya, pabrik rem mobil.
Kamis pagi lalu salah satu anaknya kirim WA ke saya: "Papa meninggal dunia tadi malam," tulisnya.
Tidak. Hari itu saya tidak bertemu Nurhadi secara langsung. Saya bertemu dengan foto-fotonya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Mayasari Tempe
Foto Nurhadi memang dipasang di Museum Liem Sioe Liong –pertanda konglomerat terbesar Indonesia itu menghargai kesuksesan dan kedermawanan Nurhadi.
Lebih banyak lagi foto Nurhadi yang dipasang di pabrik rem miliknya, di tengah kota Fuqing –satu jam bermobil dari ibu kota provinsi Fujian, Fuzhou.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Cantik Cerdas
Hari itu saya memang berkunjung ke museum Liem Sioe Liong, ke pabrik rem milik Nurhadi dan ke vihara Nan Shao Lin.
Orang-orang Surabaya yang punya leluhur di Fuqing memang banyak yang membangun pabrik di sana. Tidak banyak yang sukses. Yang pernah sukses pun belakangan ada yang mengalami kesulitan. Rasanya kini tinggal satu pabrik milik Nurhadi itu yang masih berproduksi penuh. Bahkan baru saja ekspansi ke provinsi Jiangxi.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tolak Bom
Saya berhubungan baik dengan Nurhadi. Saat beliau merayakan ulang tahun perkawinan ke 60, di tahun 2017, saya diminta menulis kata pengantar untuk bukunya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News