GenPI.co - Sistem peringatan dini longsor berbasis teknologi minim di sebagian besar daerah rawan bencana di Indonesia.
Akibatnya respons masyarakat masih sangat bergantung pada identifikasi manual saat bencana terjadi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan peringatan dini bencana cenderung berpatokan pada prakiraan hujan.
BACA JUGA: Tim SAR Temukan Titik Baru, Pencarian Korban Longsor Cilacap Diperluas
“Longsor di Cilacap terjadi saat hujan tinggi, tetapi tidak ekstrem. Artinya indikatornya tidak bisa hanya curah hujan,” kata dia, dikutip Selasa (18/11).
Abdul menjelaskan tanah longsor hingga sepanjang 1 kilometer dari pusat runtuhan yang melanda Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap, menjadi contoh keberadaan sistem peringatan dini longsor berbasis teknologi sudah sangat dibutuhkan.
BACA JUGA: BNPB Terapkan Modifikasi Cuaca di Lokasi Longsor Cilacap, Percepat Evakuasi
Dalam bencana ini, sebanyak 23 warga dilaporkan hilang. Pada proses pencarian, 16 orang korban ditemukan meninggal dan 7 orang masih dalam pencarian.
Abdul menyebut wilayah perbukitan rawan sangat memerlukan sistem pemantauan retakan tanah.
BACA JUGA: Hujan Ekstrem Picu Longsor Banjarnegara, 45 Warga Terisolasi dan 660 Jiwa Mengungsi
Ini merupakan sensor sederhana yang dapat memperingatkan potensi bencana bagi warga lebih cepat.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News


















































