GenPI.co - Malam itu sudah 10 jam saya di dalam mobil. Di jalan yang nilainya lima. Sudah terlalu sore berangkat dari Bungku, ibu kota Morowali.
Begitu tiba di Tentena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. "Kita tidak jadi ke Poso. Kita tidur di Tentena saja," kata saya pada suami Mega.
Belum pula makan malam.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Anwar Ali
Sambil cari-cari hotel kami makan malam. Ada resto ikan bakar yang terkenal: resto di atas air pinggiran Danau Poso. Tapi danaunya sudah gelap. Tidak bisa lihat keindahannya.
Sambil makan, kami menemukan hotel di pinggir danau. Kami tidak sempat melihat apa komentar netizen soal hotel itu. Yang penting: ambil kamar yang paling mahal di situ. Logikanya: mahal=baik.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Sawit Atas
Ternyata seharusnya kami pilih kamar yang harganya murah saja. Kamar yang mahal itu = jarang ada yang menempati. Jarang dibersihkan. Apek. Tidak terawat.
Apa boleh buat. Toh hanya untuk tidur. Hanya lima jam. Pukul lima pagi sudah harus berolahraga.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Gula Semut
Sepagi itu ufuk timur Tentena sudah benderang. Kamar itu ternyata menghadap ke danau. Ke ''anak danau''. Danaunya yang luas sendiri di sebelah anak danau itu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News


















































