SUKABUMI — Bagi Dwi Wahyuningsih, warga Desa Sukamaju, Kecamatan Cikakak, petai bukan sekadar lalap pendamping nasi hangat. Ia adalah warisan rasa, sumber gizi, dan sahabat tubuh yang setia. Di tengah kesibukan sebagai ibu rumah tangga, Dwi tetap setia menyisipkan petai dalam menu harian keluarganya, Senin 15 September 2025.
“Petai itu bukan cuma enak, tapi juga bikin badan terasa lebih segar. Saya biasa masak sambal petai atau campur di tumisan. Anak-anak pun suka, asal dimasak dengan bumbu yang pas, ” ujar Dwi saat ditemui di kebun kecil belakang rumahnya.
Menurut Dwi, konsumsi petai secara rutin telah membantunya menjaga stamina dan pencernaan. Ia merasakan manfaat langsung dari kandungan serat dan vitamin dalam petai, terutama saat cuaca tak menentu. “Kalau makan petai, badan nggak gampang lemas. Perut juga lebih nyaman, nggak gampang masuk angin, ” tambahnya.
Fakta ilmiah mendukung pengalaman Dwi. Petai (Parkia speciosa) dikenal kaya akan protein, serat, vitamin C, kalium, dan senyawa antioksidan. Kandungan ini berperan dalam menjaga kesehatan jantung, mengatur kadar gula darah, meningkatkan suasana hati, dan memperkuat sistem imun.
Dwi juga menyebut bahwa petai menjadi bagian dari gaya hidup sehat yang tetap membumi. “Saya percaya, makanan tradisional itu punya kekuatan sendiri. Asal tahu cara mengolahnya, petai bisa jadi sumber kesehatan yang murah dan alami, ” tuturnya.
Meski aromanya khas dan kadang jadi bahan candaan, Dwi tak ambil pusing. “Bau itu soal selera. Yang penting manfaatnya terasa. Lagipula, kalau dimasak dengan daun jeruk atau sambal tomat, baunya malah jadi sedap, yang jadi masalah malah petai ga ada tiap hari adanya ya pas musim aja heheh, ” katanya sambil tersenyum.
Bagi Dwi Wahyuningsih, petai adalah bukti bahwa kearifan lokal bisa menjadi solusi kesehatan. Di tengah gempuran makanan instan dan gaya hidup modern, ia tetap memilih yang alami, yang tumbuh di tanah sendiri, dan yang memberi manfaat nyata bagi tubuh dan jiwa.
