GenPI.co - Sayang sekali. Bupati sekelas Sugiri Sancoko di Ponorogo main-main soal suap atur jabatan anak buah. Begitu sepele. Begitu sembrono. Begitu nista.
Tentu saya kenal orang itu. Ia pernah bekerja di bagian iklan di grup media yang saya pimpin. Zaman dulu. Ia begitu merakyat. Masyarakat di sana memilihnya lagi untuk masa jabatan kedua.
Ia dianggap sukses di periode pertama. PDI-Perjuangan mencalonkannya lagi. Baru satu tahun ia dilantik untuk periode kedua. Waktunya bongkar pasang jabatan di bawahnya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Asgar Underground
Sekenal-kenal saya dengan Sugiri ternyata tidak kenal sampai ke pedalamannya. Saya memang sempat tertarik dengan langkahnya: menghapus kendaraan dinas. Ia sendiri pakai mobil tua –di masa jabatan pertama.
Ruang kerja bupati ia ubah untuk angkringan –gaya warung di desa. Ruang kerja bupati yang mestinya feodalistis ia ubah jadi kelihatan merakyat.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Cium Kaki
Lalu ia bangun ''GWK'' versi Ponorogo: Monumen dan Museum Reog Ponorogo yang amat tinggi. Orang akan bisa naik ke atasnya.
Entah dari mana idenya, lokasi menara Reog itu di desa yang sangat miskin: Sampung. Tempat kelahirannya sendiri. Nama Sampung identik dengan miskin. Makanan pokok penduduknya, kala itu, gaplek –singkong yang dikeringkan.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Hati Robot
Hasil bumi satu-satunya di Sampung adalah gamping: batu putih yang kalau dibakar bisa untuk campuran pasir –sebagai pelapis dinding bata. Tanahnya bergamping. Tandus. Tanaman sulit tumbuh.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News


















































