GenPI.co - Akan ada doktor "bergodo" di Amerika. Dari Wesleyan University, hampir satu jam dari Hartford, Connecticut.
Nama mahasiswa S-3 itu Ethan Schwartz. Orang Los Angeles. Kulit putih. Pakai batik lengan pendek. Bicaranya lembut. Rendah hati. Sopan. Mungkin karena pernah lima tahun tinggal di Yogyakarta.
Ethan –saya pilih sebut ia dengan nama depannya agar tidak sulit mengeja nama belakangnya– memang menyelesaikan S-1 nya di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Jurusan gamelan.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Critical Parah
Selama di Yogyakarta, Ethan melihat bergodo. Ia tertarik. Bergodo, katanya, telah jadi gerakan politik. Yakni ''politik keyogyakaryaan''.
Dengan malu-malu saya bertanya pada anak muda Amerika ini: apa itu bergodo.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tafsir Iqra
Saya tidak mau wirang sendirian. Maka saya juga tidak mau menjelaskan di sini apa itu bergodo. Toh di bawah sana akan banyak relawan bergodo yang bisa menjelaskannya di kolom komentar.
Sudah bisa memainkan gamelan berapa lagu?
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Medali Debat
"Tak bisa menghitung," jawabnya. Berarti banyak sekali. Yang paling sulit adalah lagu Wilujeng.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News